Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menargetkan digitalisasi sistem kesehatan Indonesia dengan memanfaatkan artificial intelligence (AI), robotik, dan bioteknologi. Ke depan, dengan pemanfaatan teknologi, diagnosis penyakit bisa lebih cepat dan presisi.
“AI bisa mempercepat dan mempermudah diagnosis secara presisi. Kami sedang melakukan pilot project untuk pembacaan X-ray, CT scan, dan anatomi dengan AI. Ini bukan untuk menggantikan dokter, tapi memperkuat kemampuan mereka,” ujar Budi dalam High-Level Dialogue Advancing Cooperation For a Healthier Future dengan Menkes Swedia di Jakarta, Selasa (27/5/2025).
Ia juga menyoroti peran teknologi robotik, bukan hanya di ruang operasi, tapi juga dalam sistem penyimpanan obat berbahaya seperti cytotoxic drugs. “Negara lain sudah menggunakan robot untuk keamanan dan efisiensi. Kita juga akan ke arah sana,” katanya.
Sementara di bidang bioteknologi, Menkes menargetkan Indonesia bisa langsung melompat ke masa depan dengan membangun ekosistem riset genetik dan pengembangan obat. Salah satu langkah strategisnya adalah pengiriman tim ke Swedia untuk belajar dari pengalaman “Genome Sweden”.
“Dulu kita hanya pakai obat tanpa tahu efektivitasnya. Sekarang, dengan teknologi genetik, kita bisa tahu bahwa gen C2C19 misalnya membuat Clopidogrel kurang efektif pada sebagian pasien. Ini revolusioner,” ungkap Budi.
Ia juga mencontohkan penggunaan data genetik untuk memahami kasus kematian akibat pengobatan lepra dan risiko Down Syndrome, serta potensi pemanfaatan terapi gen untuk penyakit seperti thalassemia.
Langkah Menkes mencontoh Swedia dalam menerapkan AI di sistem kesehatan merupakan sinyal positif bahwa Indonesia serius dalam mentransformasi layanan kesehatannya. Dengan strategi yang tepat dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia berpotensi menjadi pionir dalam penggunaan teknologi kesehatan di Asia Tenggara.