Pada awal 2025, industri manufaktur China mencatat kontraksi paling tajam dalam dua tahun terakhir. Indeks Purchasing Managers’ Index (PMI) resmi turun di bawah 50, menandakan kontraksi aktivitas manufaktur. Penurunan ini memicu kekhawatiran akan perlambatan ekonomi China dan dampaknya pada perdagangan global.
Apa yang menyebabkan kemerosotan ini? Bagaimana dampaknya terhadap rantai pasok dunia? Dan apakah China bisa segera bangkit? Simak analisis lengkapnya.
Faktor Penyebab Anjloknya Manufaktur China
1. Permintaan Global yang Melemah
Ekonomi global masih dilanda ketidakpastian, terutama di Eropa dan AS, yang mengurangi permintaan ekspor produk China. Negara-negara besar seperti Jerman dan AS mengalami perlambatan konsumsi, sehingga mengurangi impor dari China.
2. Ketegangan Perdagangan yang Meningkat
Sanksi dan pembatasan perdagangan dari AS dan Uni Eropa semakin ketat, terutama di sektor teknologi dan manufaktur. Kebijakan “de-risking” Barat mengurangi ketergantungan pada produk China, memukul industri ekspor.
3. Biaya Produksi yang Meningkat
Upah buruh dan harga bahan baku di China terus naik, sementara daya saing negara seperti Vietnam dan India meningkat. Banyak perusahaan multinasional memindahkan produksi ke negara dengan biaya lebih rendah.
4. Krisis Properti yang Berkelanjutan
Sektor properti China masih belum pulih sepenuhnya, mengurangi permintaan akan bahan konstruksi dan produk manufaktur terkait. Krisis ini juga memengaruhi kepercayaan konsumen domestik.
Dampak pada Ekonomi Global
1. Guncangan Rantai Pasok
China adalah “pabrik dunia,” sehingga penurunan produksinya berpotensi mengganggu pasokan barang di berbagai industri, dari elektronik hingga otomotif.
2. Penurunan Harga Komoditas
Permintaan bahan baku seperti baja, tembaga, dan minyak dari China bisa melemah, menekan harga komoditas global.
3. Pelemahan Mata Uang Asia
Melemahnya ekonomi China dapat memicu pelarian modal dari pasar emerging markets, termasuk Indonesia, dan menekan nilai tukar mata uang regional.
Prospek Pemulihan: Bisakah China Bangkit Kembali?
Pemerintah China diperkirakan akan mengambil langkah stimulus fiskal dan moneter, seperti:
- Pemotongan suku bunga untuk mendorong investasi.
- Insentif ekspor untuk meningkatkan daya saing produk China.
- Dukungan teknologi untuk industri high-tech seperti EV dan semiconductor.
Namun, pemulihan penuh bergantung pada permintaan global dan kebijakan perdagangan negara-negara Barat.
Anjloknya manufaktur China di 2025 adalah peringatan akan kerentanan ekonomi global. Meski China memiliki alat kebijakan untuk pemulihan, ketergantungan dunia pada manufaktur China mungkin akan terus berkurang seiring diversifikasi rantai pasok global.
Bagi pelaku bisnis dan investor, memahami tren ini penting untuk mengambil keputusan strategis di tengah gejolak ekonomi.